18 Mei 2016

author photo
OLEH STMIK RAHARJA
Dosen : H. Abdul Hamid Arribathi, S.Ag, MM.

GLOBALISASI DAN TATA DUNIA BARU
  • Memasuki millenium ketiga, hampir seluruh bangsa di dunia sedang bergerak menuju era informasi, sebuah masa dimana terjadi revolusi informasi yang secara radikal menggerakkan persentuhan interaksi antar-manusia dari berbagai bangsa di dunia secara intensif melalui berbagai media informasi dan komunikasi yang di gerakkan dengan teknologi canggih .
  • Revolusi informasi ini akhirnya berlanjut pada transformasi peradaban manusia di dunia.
  • Salah satu implikasi yang cukup signifikan dari revolusi informasi di dunia ialah fenomena globalisasi yang semakin intens.
  • Hampir seluruh bangsa di dunia mengalami borderless state akibat arus informasi yang tersebar cepat dari dan ke berbagai belahan dunia.
  • Hubungan antar bangsa dan antar budaya terjadi semakin intensif melalui berbagai media informasi dan komunikasi tanpa terkendala oleh jarak dan waktu. Secara cepat pula , hal ini mendorong perubahan sosial, politik, ekonomi, budaya, dan sistem dunia.
DUNIA DALAM BINGKAI GLOBALISASI
  • Globalisasi memacu perubahan sosial dalam berbagai level (local,nasional,regional,dan global) menjadi sangat dinamis. Bahkan, Anthony Giddens (2000), seorang ilmuan sosial terkemuka di inggris, menamai tanda-tanda zaman ini sebagai the runaway world (dunia yang berlari).
  • Perubahan-perubahan sosial yang bergerak dimuka bumi ini bahkan sulit untuk diprediksikan oleh ilmu pengetahuan. Perubahan seperti ini, oleh Habermas (1996) , seorang intelektual terkemuka di Jerman, disebut sebagai die neue unubersichtlichkeit, yaitu sebuah perkembangan baru yang disertai dengan ketidakterdugaan, ketidakjelasan, dan ketidakpastian.
  • Dengan basis cultural yang berbeda-beda , hampir semua bangsa memaknai globalisasi secara otonom dan berbeda-beda. Hal inilah yang akhirnya memunculkan ketidakterdugaan dalam perubahan sosial yang terjadi pada seluruh bangsa. Perubahan sosial saling susul-menyusul di banyak negara, sementara sistem yang di bangun di sebuah negara belum tentu memadai untuk mengakomodasi perubahan sosial tersebut. Akibatnya, krisis akan terjadi secara beruntun di banyak negara yang memiliki sistem infrastruktur yang lemah.
  • Nilai-nilai tradisi dan agama seringkali juga terlambat mengantisipasi perubahan sosial yang bergerak cepat. Bahkan, ilmu pengetahuan pun sangat sulit mengantisipasi gerak super-dinamis perubahan sosial. Pada level negara pun sangat mungkin akan terjadi krisis multi-dimensional karena tidak sanggup mengantisipasi gerak cepat gempuran perubahan global yang berpengaruh secara signifikan pada perubahan sosial di tingkat nasional dan local.
MASYARAKAT RESIKO DALAM PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
  • Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sesungguhnya sumber ancaman bagi manusia telah bergeser. Dulu, ancaman terbesar bagi manusia di muka bumi ini adalah bencana alam.
  • Saat ini,ketika penemuan-penemuan baru dalam ilmu pengetahuan dan teknologi semakin banyak , maka sumber ancaman terbesar bagi manusia ialah dari perbuatan manusia itu sendiri.
  • Dalam konsep Anthony Giddens (1995) ,sumber ancaman bergeser dari external risk menjadi manufactured risk. Dalam term Islam, kerusakan yang terjadi di daratan dan di lautan merupakan akibat dari perbuatan manusia itu sendiri (Q.S.Al-Rum:41).
  • Pengembangan nuklir, misalnya baik untuk persenjataan militer maupun untuk kepentingan teknis yang lain , mengancam keamanan hidup manusia. Persenjataan nuklir yang dikembangkan beberapa negara di dunia telah dikembangkan menjadi senjata pembunuh massal yang nengerikan, dan menjadi ancaman serius bagi ketenangan hidup umat manusia di muka bumi.
  • Beberapa bencana tragis akibat nuklir telah terjadi di sepanjang abad ke-20. Nuklir juga mengakibatkan pencemaran lingkungan yang cukup serius, dan berakibat fatal bagi kelangsungan makhluk hidup di muka bumi.
  • Masih banyak lagi penemuan-penemuan baru yang lain di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang beresiko fatal bagi kehidupan umat manusia.
  • Industrialisasi di banyak negara sebagai salah satu konsekuensi logis dari modernisme di dunia juga turut memberikan kontribusi yang besar bagi ancaman hidup manusia.limbah industri menyebabkan banyak kerusakan lingkungan di berbagai belahan dunia ,seperti pemanasan global,pencemaran lingkungan (darat, udara, dan air), penggundulan hutan , dan sebagainya.
  • Demikianlah, penemuan-penemuan baru di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi sesungguhnya telah menciptakan resiko-resiko ancaman bagi kehidupan umat manusia. Namun demikian, bagi sebagian besar negara-negara di dunia , penemuan yang progresif di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat terhindarkan, bahkan menjadi semacam, keniscayaan dari kemajuan zaman. Hampir semuanya tidak mungkin kembali ke titik nol. Memang,resiko merupakan konsep masyarakat modern(1995) .
  • Dimasa lalu (pra-modern) , perhitungan tentang keberhasilan dan kegagalan selalu dikembalikan pada tradisi, agama, atau proses-proses natural lainnya, sehingga yang muncul adalah konsep takdir, keberuntungan atau kehendak Yang Maha Kuasa. Sementara masyarakat modern yang dipacu oleh rasionalisme memunculkan konsep resiko yang mengedepankan upaya-upaya eksploratif-eksperimental berdasarkan perhitungan-perhitungan secara rasional. Hal ini, berarti mesyarakat modern mencoba merekayasa alam dan masa depan dengan resiko-resiko yang sudah diperhitungkan.
  • Dengan demikian, masyarakat modern tak mungkin surut langkah untuk terus-menerus menciptakan resiko melalui penemuan-penemuan baru di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
KAPITALISME GLOBAL DAN PASAR BEBAS
  • Immanuel wallerstein (1974) ,seorang sejarawan sosial di amerika , menganalisa hubungan internasional di antara negara-negara di dunia menjadi dua titik ekstrim,yaitu center/core (pusat) dan periphery (pinggiran) , melalui teorinya yang paling terkenal ,The Modern World System.
  • Kategorisasi ini lebih banyak didasarkan pada kekuatan ekonomi masing-masing negara. Yang termasuk dalam kategori the center countries ialah negara-negara industri maju yang memiliki kekuatan ekonomi yang sangat besar, seperti negara-negara Eropa Barat (sekarang berkembang menjadi Uni-Eropa), Amerika Serikat, dan Jepang yang paling banyak menguasai perdagangan dunia. Sedangkan yang termasuk dalam kategori the peripheral countries ialah sebagian besar negara-negara miskin dan baru berkembang ,yang lazim disebut sebagai dunia ketiga (the third world).
  • Dalam tata hubungan ekonomi internasional, hubungan keduanya sangat tidak berimbang. Negara-negara miskin (the peripheral countries) yang secara politik dan ekonomi lemah cenderung terkalahkan , dan menjadi sub-ordinat bagi negara-negara kaya (thr centre countries) . negara-negara miskin itu hanya mampu menyuplai bahan-bahan mentah bagi industri maju di negara-negara kaya dan hanya menjadi pasar hasil industri maju, dan mereka sangat bergantung pada modal dan teknologi yang dimiliki negara-negara kaya itu.
  • Walaupun pada penghujung abad ke-20 tumbuh optimisme baru dengan munculnya singa-singa ekonomi di Asia dan Amerika Latin, seperti Korea Selatan, China, Taiwan, Singapura, Brazil, Chile, dan sebagainya,mereka tetaplah masih kalah dan bergantung pada negara-negara kaya .
  • Oleh karenanya, Wallerstein menambahkan sebuah kategori baru ,yaitu the semi-peripheral countries.
  • Ketidakberimbangan dalam relasi internasional antara negara-negara kaya di utara dengan negara-negara miskin di selatan sesungguhnya telah berlangsung dalam rentang sejarah yang panjang.
  • Michael Harrington (1977) ,seorang sejarawan Amerika , memandang bahwa dunia sebagai sebuah realitas sosial, politik, dan ekonomi yang tidak berimbang telah tercipta sejak abad ke-16 dengan didasarkan pada sejarah kapitalisme Eropa yang ekspansif menjadi kolonialisme ke berbagai wilayah di Dunia Ketiga. Pada awal abad ke-19 ,perbedaan income per-capita antara negara kaya dan negara miskin hanyalah 2:1.
  • Akan tetapi antara tahun 1815-1914 , ketika pertumbuhan ekonomi berkembang pesat pada tingkat 2,5-3% pertahun, kesenjangan antara negara kaya dan miskin menjadi 20:1 .
  • Hal inilah yang akhirnya menyebabkan akumulasi modal terpusat di negara-negara kaya ,dan pada penghujung abad ke-20 menjelma menjadi kekuatan kapitalisme global.
  • Kapitalisme global meniscayakan pasar, dan pada abad ke-20 telah tercipta pasar bebas(free market) . Gagasan pasar bebas kemudian mengental secara sistematik dalam kesepakatan perdagangan antar-negara menjadi free trade area (wilayah perdagangan bebas). Dengan adanya kesepakatan free trade area itu, maka mobilitas dan distribusi barang/jasa menjadi bebas tanpa terkendala oleh batas-batas teritorial antar-negara.
  • Secara sekilas, perdagangan bebas tersebut sangat efektif dan efisien bagi kehidupan manusia di muka bumi yang semakin globalized.
  • Namun, ketidaksiapan negara-negara justru akan meluluhlantakkan perekonomian mereka . Modal yang terbatas , sumberdaya manusia yang tidak berkualitas, sistem perekonomian nasional yang tidak efisien , korupsi yang merajalela, kualitas produksi dan kerja yang tidak memadai menurut standar internasional, dan lain-lain akan sangat dengan mudah menghempaskan perekonomian nasional menjadi terpuruk oleh gempuran perekonomian global melalui perdagangan bebas.
GLOBALISASI BUDAYA DAN FUNDAMENTALISME
  • Arus informasi dan komunikasi dunia menjembatani bangsa-bangsa di dunia menjadi global village (Mc Luban ,1960).
  • Dengan arus informasi yang sangat cepat , penetrasi budaya dari satu bangsa ke bangsa lain berlangsung susul-menyusul dan intensif.
  • Dengan demikian, secara sekilas , globalisasi akhirnya mewujudkan penyeragaman budaya , karena semua bangsa terintegrasi dalam satu isstem global village.
  • Namun demikian,asumsi penyeragaman budaya (yang saat ini didominasi oleh budaya barat) tidak sepenuhnya benar.
  • Dunia memang terintegrasi kedalam satu sistem melalui media komunikasi ,tetapi tidak terjadi totalitas integrasi antar-budaya, sebab masimg-masing bangsa memaknai budaya global dengan menggunakan basis cultural masing-masing . sehingga yang terjadi adalah reproduksi budaya global dengan citarasa local.
  • Contoh yang paling sederhana ialah wacana global burger McDonalds yang ditanggapi dengan munculnya burger-burger local yang memiliki rasa spesifik yang tidak terstandarisasi sesuai dengan cita rasa local.
  • Dengan demikian, globalisasi budaya sesungguhnya hanya terjadi di permukaan, karena di dalam penyeragaman budaya itu terdapat reproduksi budaya global menjadi lebih majemuk. Inilah yang dinamakan paradoks globalisasi budaya.
  • Reproduksi budaya global yang terus menerus dalam konteks local menyebabkan perubahan-perubahan sosial budaya menjadi tidak bisa diprediksikan ,sehingga terjadi situasi yang oleh Habermas (1996) disebut sebagai die neue unubersichtlichkeit, yaitu sebuah perkembangan baru yang disertai dengan ketidakterdugaan , ketidakjelasan, dan ketidakpastian.
  • Kecenderungan perubahan sosial-budaya tidak bisa di pastikan arahnya. Ketidakpastian dan ketidakterdugaan perubahan sosial merupakan tanda-tanda zaman di era global.
  
Download Materi DOC (HERE)

Pergunakanlah Materi Dengan Bijak!!!.....................

Jumlah 0 komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Selalu Mengikuti Peraturan. Kunjungi http://bit.ly/KomentarWU untuk mengetahui Kebijakan Komentar WowUniknya.net

Artikel Berikutya Next Post
Artikel Sebelumnya Previous Post

Baca Juga