Dalam penelitian, bumi dianggap sebagai sistem tertutup dan terbatas. Migrasi manusia di dalam planet tidak berdampak pada populasi dengan jumlah energi yang kekal.
Berhentinya pertambahan penduduk pada 2050 sesuai dengan prediksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Penelitian yang dilakukan tiga tahun lalu itu menunjukkan jumlah maksimal penduduk dunia pada 2100 mencapai 15,8 miliar jiwa, jika indeks kelahiran berada di tingkat tertinggi.
Di sisi lain, penghuni bumi bisa menyusut menjadi 6,2 miliar pada akhir abad ke-21 jika indeks kelahiran berada di level terendah. Jumlah minimal ini lebih rendah ketimbang jumlah penduduk penduduk dunia saat ini yang berada di angka 7 miliar. Indonesia termasuk negara berpenduduk terbesar keempat.
Kelebihan penduduk dipandang sebagai salah satu ancaman lingkungan terbesar planet Bumi. Tapi masalahnya: karena terlalu banyak orang - atau terlalu banyak konsumsi?
1. Tahun 2050: ada 9,7 miliar manusia
![]() |
dok : dw.com |
2. Semakin butuh sumber daya
![]() |
dok : dw.com |
Lebih banyak manusia berarti semakin dibutuhkannya sumber daya. Bahan bakar berkelanjutan dibutuhkan untuk menyediakan energi. Sementara, bahan baku juga semakin diperlukan lebih untuk memproduksi barang yang manusia gunakan sehari-hari.
3. Praktik pertanian menguras kesuburan
![]() |
dok : dw.com |
Pertanyaannya: Apakah kita bisa memberi makan populasi yang terus tumbuh? Sebagai catatan, praktik pertanian industri juga memiliki dampak lingkungan yang parah – yang akhirnya mengancam ketahanan pangan dengan menguras kesuburan lahan. Sementara, terdapat kesenjangan pola pangan antara kaya dan yang miskin.
4. Kebutuhan akan air bersih
![]() |
dok : dw.com |
Pertumbuhan penduduk meningkat, tapi pasokan air bersih semakin langka. Sementara itu, seperti tercatat dari data Bank Dunia, pertumbuhan penduduk tercepat terjadi di negara-negara miskin yang bukan cuma kekurangan air bersih, namun juga kekurangan akses pendidikan dan kesehatan.
5. Beragam faktor
![]() |
dok : dw.com |
Faktornya beragam: akses kontrasepsi, budaya atau ekonomi. Menurut Bank Dunia, rata-rata perempuan di Niger, salah satu negara termiskin di dunia, punya 7 anak. Di beberapa wilayah sub-Sahara Afrika, rata-rata perempuan punya lima anak. Bandingkan dengan Portugal yang rata-ratanya 1,2 anak atau Uni Eropa yang rata-rata punya 1,5 anak.
6. Emisi karbon
![]() |
dok : dw.com |
Namun harus dilihat lagi perbandingannya. Menurut Bank Dunia, rata-rata per orang di Niger, bertanggung jawab untuk 0,1 metrik ton emisi karbon setiap tahunnya. Sementara, di Portugal misalnya, emisi karbon per kapita: 4,4 metrik ton. Itu berarti seorang anak yang lahir dari ibu di Portugal cenderung memiliki dampak iklim setara dengan 44 anak-anak di Niger.
7. Jejak ekologi
![]() |
dok : dw.com |
Global Footprint Network menghitung berapa luas lahan untuk hidup, --termasuk sumber daya alam yang diperlukan - di berbagai negara. Banyak faktor jadi penilaian di dalamnya, termasuk konsumsi energi, makanan, kayu, dan ruang untuk infrastruktur dan menyerap limbah, termasuk emisi karbon. Rata-rata orang Jerman, misalnya, memiliki jejak ekologi 5,3 hektar, sementara di Kenya hanya 1 hektar.
8. Persoalannya: jumlah konsumsi yang besar
![]() |
dok : dw.com |
Jadi mungkin masalahnya bukan berapa banyak jumlah penduduk, melainkan berapa banyak konsumsi kita. Sementara populasi negara-negara kaya di Eropa dan Amerika Utara mengkonsumsi sumber daya Bumi yang tidak berkelanjutan, negara-negara seperti Niger malah dilanda kemiskinan. Di seluruh dunia, hampir 800 juta orang tidak mendapatkan makan yang cukup.
9. Jangan konsumsi berlebihan
![]() |
dok : dw.com |
Bukan hanya memperlambat pertumbuhan penduduk. Solusinya juga terletak pada bagaimana manusia mengkonsumsi sesuatu dengan bertanggung jawab dan tidak berlebihan. Diperlukan perubahan gaya hidup yang dramatis. Kurangi produksi daging, misalnya. Sayur-sayuran yang bisa dikembangkan berkelanjutan secara ekologis, bisa mencukupi populasi global dengan 9,7 miliar penduduk.
10. Perubahan gaya hidup
![]() |
dok : dw.com |
Perlu digalakkan perubahan gaya hidup yang sadar lingkungan - dengan makan bahan pangan yang lebih berkelanjutan, hemat energi, belanja secukupnya, biasakan mendaur ulang. Meski tajk bisa dipaksakan secara hukum, kesadaran ini dipandang lebih rasional ketimbang pembatasan jumlah anak.
11. Pemaksaan = pelanggaran HAM
![]() |
dok : dw.com |
Memaksa orang untuk memiliki anak sedikit saja, bukan hanya merupakan kebijakan yang banyak ditentang tapi etikanya menjadi perdebatan kontroversial. Cina bergerak untuk menghapus aturan hukum hanya boleh punya satu anak. Di belahan lain dunia tindakan untuk mengurangi angka kelahiran dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia.
12. Pentingnya kesetaraan jender
![]() |
dok : dw.com |
Salah satu hal yang juga patut diperhatikan adalah kesetaraan jender, termasuk soal pendidikan dan perluasan hak bagi perempuan – termasuk hak atas tubuh dan organ reproduksi mereka sendiri. Negara dimana perempuan memiliki lebih banyak pilihan dan punya kesetaraan dengan laki-laki cenderung memiliki tingkat kelahiran rendah.
Baca Juga :
- Parah, Dewi Perssik dan Nassar Saling Adu Mulut di Siaran Langsung "D Academy 4"
- Wow, Pria Ini Palu 38 Paku dengan Kepala dalam 2 Menit, Lihat Apa Yang Terjadi Selanjutnya
- Hati-hati, Ternyata Metode Umum Menanak Nasi Bisa Meninggalkan Sisa Arsenik Yang Terkenal Mematikan!
- Ternyata Hanya Tertawa Saja Sangat Baik Untuk Kesehatan Lho!
- Sering Sakit Telinga? Ini Penyebabnya!
(Ref: sandk, catatansandk.net, dw.com, berbagai sumber)
Jumlah 0 komentar
Silahkan Berkomentar Dengan Selalu Mengikuti Peraturan. Kunjungi http://bit.ly/KomentarWU untuk mengetahui Kebijakan Komentar WowUniknya.net